Senin, 19 Januari 2009

Gali Alkitab "Memperingatkan" (ditulis: Hery Setyo Adi)

Gali Kata Alkitab
Rubrik ini menyediakan artikel yang berisi makna suatu kata dalam Alkitab yang diteliti dengan menggali akar kata dalam bahasa Ibrani Kuno. Artikel yang dimuat di rubrik ini merupakan pengembangan dari artikel pendek dalam "Pelayanan via SMS" yang disebarkan setiap hari Rabu dengan rubrik "Gali Kata Alkitab" dari telepon selular nomor 085294397157 atas nama Hery Setyo Adi. Sedangkan rubrik “Gali Kata Alkitab” –yang disebarkan melalui e-mail ini -- mempostingkan satu artikel seminggu sekali setiap hari Kamis. Artikel yang sama disebarkan juga melalui http://herysa.blogs.friendster.com/gali_kata. Harap artikel-artikel ini menjadi berkat bagi kita semua. Tuhan Yesus memberkati.

Pelayanan via E-mail
Edisi 42: Kamis, 25 Desember 2008
Memperingatkan
Kata “memperingatkan” (dalam Keluaran 18:20 digunakan kata “mengajarkan”) merupakan padanan dari suatu kata Ibrani yang memiliki akar (cabang) kata zhr (baca: zahar, yang dibentuk dari huruf-huruf konsonan Ibrani “zayin-he-resh”). Akar cabang kata zhr tersebut diturunkan dari akar induk kata zr (zayin-resh).
Huruf “zayin” yang dikenal sebagai tulisan Ibrani modern, berasal dari huruf gambar (piktograf) yang berupa peralatan pertanian seperti cangkul atau bajak dan antara lain melambangkan makna panenan, sebagaimana alat ini dipakai untuk memanen. Sedangkan huruf “resh” merupakan gambar kepala seorang laki-laki. Gabungan dua gambar tersebut berarti “panenan kepala butir”.
Apa hubungan antara kata “memperingatkan” dengan makna harfiah zr yang berarti “panenan kepala butir”?
Setelah butir dipanen, butir itu akan dibuka dengan cara memecahkannya. Pemisahan antara kulit atau sekam dengan biji tersebut dilakukan dengan cara menampi. Kulit atau sekam akan terbawa angin, sedangkan butir itu karena lebih berat dari kulitnya, akan jatuh ke bawah. Seorang pemanen akan mengumpulkan biji-biji tersebut. Butir-butir yang telah terpisah dari kulit atau sekam inilah yang merupakan hasil panenan yang utama.
Dengan demikian, kata “memperingatkan” berarti suatu upaya untuk memisahkan sesuatu yang berharga dengan sesuatu yang tidak berharga, sebagaimana memisahkan antara sekam dan butir dari hasil panenan, untuk mendapatkan hasil yang utama.
Firman Tuhan yang Memperingatkan
Hidup umat Tuhan dapat terancam oleh kesesatan dan pelanggaran terhadap Firman Tuhan. Bagaimana mereka dapat terbebas dari hal-hal seperti itu? Pemazmur mengajar, bahwa Taurat Tuhanlah yang dijadikannya pegangan dan dialah yang memperingatkannya. Mengapa? Sebab Taurat Tuhan itu sempurna, menyegarkan jiwa, teguh, memberi hikmat, tepat, menyukakan hati, murni, membuat mata bercahaya, benar, adil, indah, dan manis (Mazmur 19:8-14).
Sebagaimana Taurat Tuhan itu memperingatkan pemazmur, begitu juga ia memperingatkan kita. Taurat atau Firman Tuhan itulah yang menjadi alat penampi bagi kita untuk memisahkan sesuatu yang berharga dengan sesuatu yang tidak berharga.
Sudahkah kita menggunakan Firman Tuhan sebagai alat penampi untuk memisahkan hal-hal berharga dan hal-hal tidak berharga dalam hidup kita?

(Artikel ini ditulis oleh Hery Setyo Adi, yang menggunakan berbagai sumber sebagai bahan rujukan)

Minggu, 18 Januari 2009

TANTANGAN YANG DIHADAPI KELUARGA: SUAMI-ISTERI BEKERJA

Oleh: (John Heart Panggabean & Ev. Kornelius Sutriyono, S.Th)*

Kata Pengantar
Dewasa ini dapat dilihat adanya suatu perkembangan ke arah kecenderungan suami dan isteri sama-sama bekerja. Keadaan ini terutama dapat dijumpai di perkotaan yakni di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta dan di kota-kota besar lainnya dan mencakup keluarga-keluarga dengan suami-isteri yang berpendidikan tinggi. Pernikahan seperti itu bisa dimulai dari pergumulan seorang pria yang ingin mencari calon pasangannya dari kalangan wanita yang sudah bekerja atau mereka yang sudah sama-sama bekerja kemudian sepakat menikah dimana setelah menikah perempuan itu tetap bekerja. Ataupun pasangan suami-isteri yang pada mulanya tidak sama-sama bekerja tetapi dalam perjalanannya isteri mencari pekerjaan dan bekerja. Prakarsanya bisa timbul karena suatu kesadaran individual yang berkaitan dengan nilai baik dari wanita ataupun pria yang akan menikah ataupun pengaruh dorongan (anjuran) orangtua. Adakah konsekuensi atau apakah kondisi itu menimbulkan dampak berupa masalah yang kemudian harus dihadapi oleh keluarga itu ? Hal inilah yang akan diuraikan lebih lanjut dengan batasan-batasan sebagai berikut :
o Pasangan suami-isteri beragama Kristen.
o Pekerjaan yang dimaksudkan disini ialah dimana suami-isteri, untuk melaksanakan pekerjaan atau profesinya harus meninggalkan rumah/lingkungan tempat tinggalnya lebih dari 6 jam mulai dari pagi hari sampai sore hari dan atau yang tidak tinggal dalam satu kota.
o Suami-isteri berumur 21-45 tahun yaitu : keluarga yang baru menikah/belum mempunyai anak, kelaurga yang mempunyai anak (balita, masuk sekolah, remaja ).

Tujuan Pernikahan dan Keluarga.
Dalam bahan kuliah yang ditulis oleh Bapak Dr.S.Sijabat,Ed.D, “LANDASAN PERNIKAHAN DAN KELUARGA” antara lain tertera bahwa “Pada mulanya Dialah (Allah )

*) Suatu Pandangan yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pernikahan dan Keluarga” dari Bapak Dr.B.Sijabat.

yang merencanakan laki-laki dan perempuan yang diciptakan-Nya menikah”
Sebagai suatu rencana Allah maka pernikahan adalah menjadi suatu hal yang sangat penting bagi setiap orang yaitu pasangan yang mendirikan sebuah lembaga pernikahan karena rencana dimaksud tidak luput dari hakekat tujuan penciptaan manusia yaitu untuk kemuliaah Allah dan sebagai rencana Allah maka pernikahan itu juga mempunyai tujuan yang dikehendaki oleh Allah sendiri.
Mengutip Balswik & Balswik dikatakan bahwa “..tujuan pernikahan dan keluarga adalah kedewasaan ( maturity ). Untuk mencapainya dibutuhkan empat komponen utama, yaitu :
1. Komitmen untuk mengasihi.
2. Anugerah (grace) Allah yang menjadi dasar untuk peneriman dan pengampunan.
3. Pemampuan ( empowering).
4. Intimasi ( keakraban ).
Empat aspek lain yang berkaitan dengan keempat komponen tersebut di atas adalah : keakraban ( kohesi ) penyesuaian, komunikasi dan sruktur peran.”

Tantangan Bagi Keluarga : Suami-Isteri Bekerja.
Sebagaimana tujuan keluarga dan komponen pencapaian tujuan berikut ke-4 aspeknya tersebut di atas, dalam perjalanan keluarga menuju ke “maturity” maka akan timbul tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh keluarga yang masing-masing suami dan isteri sama-sama bekerja. Akan ada perbedaannya dengan keluarga yang hanya suami yang bekerja dan isteri menjalankan tugas kerumah-tanggan dalam sistem keluarga tersebut. Adapun masalah atau tantangan yang kemugkinan besar akan dihadapai oleh suami-iteri yang bekerja, adalah :
1. Hambatan-hamabatan dalam Realitas Komitmen.
Pernikahan adalah keputusan pribadi dari 2 (dua) pribadi yang kemudian menjadi keputusan bersama. Suami-isteri bekerja, tentu merupakan keputusan pribadi yang kemudian dirumuskan sebagai hasil kesepakatan bersama berikut komitmen-komitmen yang juga disepakati pada tahap rencana ataupun pada awal pernikahan. Ke dalam komitmen itu mungkin sudah tercakup hal pokok yaitu : saling mengasihi, bersatu, dan menjadi satu serta kesepakatan-kesepakatan yang berkenan dengan kondisi pekerjaan masing-masing.
Di dalam perjalanannya, secara kondisional atau akibat hal-hal detail yang sebelumnya tidak diperhitungkan, komitmen itu dapat mengalami hambatan dalam beberapa keadaan sbb. :
a. Di awal pernikahan, suami dan isteri masing-masing harus berpisah karena bertugas di kota yang berbeda membuka peluang terjadinya godaan yang mengalahkan komitmen yang ada.
b. Ada biaya / pengeluaran yang harus ditanggung sebagai beban keuangan keluarga atau pengelolaan keuangan yang terpisah dan hal ini dapat menimbulkan masalah (tantangan) berkaitan dengan keterbukaan yang benar dari masing-masing suami-isteri.
c. Apabila keadaan masih terus berlanjut ketika keluarga itu sudah mempunyai anak dan mulai dari fungsi ibu merawat bayi sampai kemudian adanya tuntutan kebutuhan tugas pengasuhan ( generativitas), kesibukan suami-isteri bekerja akan menghambat terlaksananya fungsi generativitas tersebut.

2. Terjebak pada Pembenaran Diri.
Adanya tuntutan tugas ( volume pekerjaan yang memerlukan waktu yang mungkin juga melebihi jam kerja normal, target, loyalitas terhadap atasan dll.) yang “merampas” waktu kebersamaan yang seharusnya menjadi milik suami-isteri, dapat menimbulkan masalah bagi suami atau sebaliknya.Masala itu bisa dimulai dari keadaan yang ringan menjadi masalah yang besar ketika masing-masing suami-isteri saling menyalahkan.
Bahwa keluarga sebagai anugerah Allah -- suami harus berani memaafkan isteri dan kelembutan isteri melahirkan suasana memaafkan – berubah menjadi suatu keadaan dimana suami-isteri saling membenarkan diri. Suami atau isteri menganggap bahwa apa yang dia lakukakan adalah demi keluarga dan semuanya dalam batas-batas wajar sesuai dengan tanggung jawab pekerjaannya ( mementingkan karirnya ); berhadapan dengan anggapan yang berbeda dari pasangannya. Kewarasan suami, dan proses ketertundukan isteri kepada suami serta saling to forgive – to be forgive tidak berjalan dengan baik.

3. Berlomba Karir.
Pasangan suami isteri yang bekerja baik yang sama-sama mempunyai peluang peningkatkan karir atapupun isteri yang karirnya terus meningkat, tanpa disadari dapat melahirkan suatu “kompetisi”. Hal inipun menjadi suatu tantangan bagi pernikahan karena langkah ke arah tujuan keluarga yaitu pemampuan ( to serve / to be serve ) terabaikan.

4. Pertumbuhan Keakraban Terganggu.
Pengaruh beban tugas masing-masing dan serta ruang yang berbeda yang dijalani, dapat menjadi hambatan proses intimasi. Kesibukan kerja masing-masing suami-isteri mempersempit waktu untuk kebersamaan, tidak tersedia waktu yang cukup untuk saling mengenal lebih jauh untuk mengetahui kelebihan atau kekurangan masing-masing, juga waktu untuk saling merasakan dan memelihara cinta kasih diantara keduanya.

Penutup.
Memperhatikan tantangan atau masalah-masalah tersebut di atas – masalah yang sangat mungkin dihadapi keluarga dimana suami-isteri bekerja, dapat menghambat pencapaian tujuan keluarga meliputi komponen komitmen, pengampunan, pemampuan, dan intimasi.

PEMBEBASAN DALAM KITAB ESTER:SUATU REFLEKSI TERHADAP REAKTUALISASI SPIRITUAL DALAM MENGALAMI KARYA ALLAH

BAB I
PENDAHULUAN
Ditulis oleh Ev. Chornelius Sutriyono, S.Th)

Kitab Ester merupakan kitab yang unik dan menarik. Keunikan itu nampak, misalnya tidak disebutkannya nama Allah satu kalipun di dalamnya sedangkan nama raja Persia disebutkan 190 kali dalam 167 ayat. Selain itu, kitab Ester juga cukup banyak dipermasalahkan. Kitab Misyna berkata bahwa adanya pertentangan dalam beberapa kalangan Yahudi sekitar abad 2 M yang berhubungan dengan kanonisasi beberapa kitab, yaitu Kidung Agung, Pengkhotbah dan Ester. Selanjutnya Hill dan Walton memberikan alasan bahwa;
Beberapa Kitab dalam kanon Alkitab Ibrani menjadikan timbulnya perdebatan di kalangan masyarakat Ibrani. Kitab-kitab yang diperdebatkan ini, atau antilegomena (artinya “yang tidak disetujui”), termasuk Kitab Ester, karena dalam kitab tersebut tidak dijumpai nama Allah, kitab Amsal, Karena sifat praktis kebijaksanaan itu menjadikan kitab tersebut lebih banyak kelihatan seperti hikmat “duniawi” daripada hikmat Ilahi-dan orang tidak perlu “takut akan Tuhan” untuk mendapatkan manfaat dari pengajaran hikmat. Kitab Pengkhotbah karena nadanya yang pesimistis dan mengutamakan kenikmatan. Kitab Kidung Agung, yang mengetengahkan syair cinta yang membirahikan, dan Kitab Yehezkiel, baik karena berbagai perbuatan dan penglihatan yang aneh maupun karena ajaran-ajarannya mengenai korban persembahan yang tampak bertentangan dengan Taurat Musa.

Berkaitan dengan hal ini Beth Berg mengatakan, ”Orang kafir dan orang Yahudi yang ditampilkan dalam cerita sama-sama digerakkan oleh motif kesombongan, keserakahan dan kekejaman. Jika kitab ini mendapat tempat dalam Alkitab, ini merupakan gambaran tentang umat manusia yang belum ditebus. Marthin Luther berkata, ”Saya sangat memusuhi kitab ini, karena terlalu bersifat keyahudian dan banyak hal-hal yang tidak layak dan berbau kafir. Paton juga berkomentar, ”Tak ada seorang pun tokoh berbudi dalam kitab ini.” Bahkan sekarang ini kaum Hawa menemukan alasan untuk menolak kitab Ester karena sikap “chauvinisme” laki-laki terhadap perempuan yang mereka lihat di dalamnya, yang nyata dalam semangat patriotik yang berlebih-lebihan pada suatu kelompok dalam suatu bangsa.
Di samping itu, persoalan juga disebabkan tidak munculnya nama Allah. Tetapi meskipun eksistensi nama Allah tidak muncul dalam kitab ini, namun pemeliharaan Allah (Providensi) terlihat jelas di dalamnya, yaitu melalui pembebasan orang Yahudi dari tindakan Haman. Kitab Ester membuktikan bahwa Allah tetap setia di dalam memelihara dan menolong umat-Nya yang berada di dalam kesusahan dan kesulitan. Bahkan Samuel J. Schultz dalam bukunya “Pengantar Perjanjian Lama,” mengatakan bahwa meskipun nama Allah tidak disebutkan, tetapi Allah tetap menyatakan pemeliharaan-Nya dan melindungi umat-Nya. Dalam hal yang sama Karssen juga mengatakan, “Dan meskipun nama Allah tidak muncul satu kalipun di dalam kitab Ester, kehadiran-Nya nyata di dalam setiap halaman.”
Pemeliharaan dan perlindungan kekal inilah yang telah membawa umat yang berada di dalam pembuangan dan tetap memilih untuk tinggal di negeri pembuangan, mengalami kasih Allah yang sangat besar dan ajaib. Kasih yang telah membebaskan mereka dari rencana jahat orang-orang yang tidak mengenal TUHAN.
Sepanjang sejarah Israel, pembebasan nampaknya menjadi peristiwa yang umum. Peristiwa ketika TUHAN turun tangan dalam setiap keadaan untuk melepaskan bangsa Yahudi dari ancaman yang dihadapi dalam sejarah, menjadikan “tontonan menarik” bagi orang yang tidak mengenal Allah Israel; tulah di Mesir, pembebasan dari perbudakan di Mesir, terbelahnya Laut Merah, runtuhnya tembok Yerikho serta keajaiban-keajaiban lainnya.
Menariknya, peristiwa pembebasan ini tidak hanya cukup berhenti di situ. Allah secara konsisten terus bekerja dan menjadi pemerhati umat yang tertindas, dan sekarang Ia dengan kemaha kuasaan-Nya menunjukkannya dalam Kitab Ester, di mana pembebasan (deliverance), menjadi hal yang menarik dan penuh harapan. Kata harapan dalam pengertian ini bukan hanya kerinduan hati yang mungkin akan terpenuhi melainkan suatu kepastian datangnya masa depan yang indah.
Sebagai bangsa yang dikhususkan bagi Allah, Israel merupakan kerajaan imam bagi Yahweh sehingga bangsa ini tidak bisa bertindak sesukanya menuruti kemauannya sendiri tanpa pimpinan Allah. Fenomena pembebasan Allah terhadap bangsa Yahudi sebagai bangsa pilihan Allah, sekilas memang menarik dari perspektif Ilahi, tetapi jauh daripada itu ternyata hal ini telah menjadi perbincangan serius dalam kancah theologia. Ironisnya, pembebasan tersebut telah menjadi dasar munculnya suatu pemikiran baru di masa kini, bahwa; menjadi hamba TUHAN adalah berarti merdeka dengan sesungguhnya ataupun sebaliknya, menjadi merdeka dengan sesungguhnya adalah berarti menjadi hamba TUHAN.
Dari pemikiran di atas, tentu tidak cukup dipahami dalam pengertian satu arah, tetapi perlu melihat sisi lain dari bebas (merdeka) yang dimaksud. Sama halnya dengan makna pembebasan (deliverance) dalam kitab Ester, perlu mendapatkan pemahaman secara benar dan akurat guna menemukan arti sesungguhnya serta implementasinya bagi orang percaya masa kini.
Latar Belakang Masalah
Pembahasan dengan judul “Pembebasan dalam Kitab Ester: Suatu Refleksi terhadap Reaktualisasi Spiritual dalam Mengalami Karya Allah (Studi Eksegesis-Teologis Kitab Ester),” dilatarbelakangi oleh tiga hal, yaitu; Pertama, hal yang berkaitan dengan ketidakjelasan mengenai pembebasan dalam konteks kitab Ester. Dalam realitanya, pembebasan Ilahi secara khusus kepada orang-orang tertindas nampaknya memang menjadi ketertarikan Allah yang sangat menonjol.
Pada awalnya, pembebasan hanya terlihat dalam sejarah Israel yang begitu mengagumkan sebagai umat pilihan Allah. Di mana seakan-akan Allah tidak segan-segan meluluh-binasakan orang-orang yang menjadi penghalang bagi umat Israel. Berkaitan dengan hal ini, Tri Budiardjo, mengatakan bahwa;
Ia bertindak secara konsisten sebagaimana yang digambarkan dalam kitab-kitab Mazmur, sebagai pembela orang miskin, orang lemah, orang tertindas dan secara khusus anak-anak yang menderita karena berbagai ancaman dan resiko yang berpengaruh negatif terhadap hidup mereka.
Sehubungan dengan itu, James H. Cone, menyimpulkan bahwa, tema yang konsisten dalam nubuatan tentang bangsa Israel adalah keprihatinan Allah terhadap tidak adanya keadilan dalam hal sosial, ekonomi, dan politik bagi mereka yang miskin dan tersingkir di masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa Yahweh menurut nubuat Ibrani, tidak toleran terhadap ketidakadilan yang melawan orang miskin; melalui aktivitas-Nya orang miskin akan dibela. Kembali, Allah menyatakan diri-Nya sebagai Allah dari pembebasan bagi orang yang tertindas. Selain itu, Miranda juga melihat ke dalam bahwa sentral Alkitab adalah keadilan sosial, keselamatan bagi orang miskin. Berbagai pemahaman tersebut, jelas menunjukkan bahwa masalah pembebasan menjadi hal yang sangat menarik untuk dibahas.
Ketidakjelasan pemahaman tersebut juga nampak ketika dalam beberapa terjemahan dipakai kata yang berbeda. Alkitab Bahasa Inggris di antaranya; The Living Bible Paraphased, Holy Bible, The Holy Bible Revised Standard Version, dipakai kata “deliverance” atau “pembebasan.” Septuaginta memakai kata skeph (protection) yang artinya pakaian, tempat tinggal (hrf: penutup). Teks Ibrani (BHS), kata yang dipakai adalah hl'úC'h; (haƒƒ¹l¹), dari akar kata lc;n\ (n¹ƒal). Kata ini bisa diterjemahkan “merebut,” “melepaskan,” dan ”menyelamatkan.” Sedangkan Lembaga Alkitab Indonesia memakai kata “kelepasan.” Hal ini jelas menarik sebab kata yang sama juga dipakai dalam konteks Kitab Keluaran (Kel. 5:23). Penemuan terhadap ketidakjelasan pemahaman ini, tentunya perlu dikaji secara Biblikal sehingga harapan terhadap pemahaman yang benar akhirnya tersampaikan.
Kedua, berkaitan dengan ketidakadilan dan isu teologis yang
berkembang, dikatakan bahwa; ketidakadilan yang terjadi di bangsa Yahudi selama di pembuangan, baik secara sosial-politik, ekonomi dan spiritual apakah benar merupakan alasan absolute Allah membebaskan umat Israel. Sehingga dengan kedaulatan dan kemahakuasaan-Nya, Ia bertindak sebagai pembela kaum tertindas.
Sekalipun secara tegas tidak diragukan, bahwa pemahaman seperti ini, dibangun dari landasan kitab suci, namun keyakinan dasar seperti ini tentunya menyempitkan pemahaman terhadap pribadi Allah yang bisa berkarya melalui dan kepada siapa saja sesuai kehendak-Nya. John A. Martin menjelaskan bahwa pembebasan tersebut terkait dengan perjanjian antara Allah dengan Israel. Sedangkan J. Vernon McGee berkaitan dengan perkataan Mordekai tentang pembebasan mengatakan bahwa hal itu datang karena Mordekhai mengetahui janji Allah untuk Abraham. Kepada Abrahamlah untuk pertama kalinya Alkitab membuka informasi tentang cikal-bakal keberadaan bangsa Israel. Hill dan Walton mengatakan bahwa perjanjian Abraham adalah awal dasar teologis dan identitas umat Israel.
Ketiga, peristiwa pembebasan orang Israel dari Mesir dan perlindungan Allah dalam perjalanan dari Mesir menuju ke Sinai menjadi contoh utama di Alkitab mengenai kemampuan Allah untuk menyelamatkan umat-Nya. Diperlukan Allah yang mahakuasa untuk membebaskan Israel “dari tangan Firaun” (Ul. 7:8), dan berabad-abad kemudian dari kekuasaan Babilonia (Yes. 52:9).
Allah telah membebaskan, memelihara dan membawa bangsa Israel untuk menikmati dan mengalami persekutuan dengan-Nya. Tetapi karya Allah bagi Israel tidak berhenti sampai di sini. Ini merupakan karya Allah bagi Israel di masa yang lampau. Allah masih mempunyai rencana yang luar biasa bagi Israel. Allah masih menyatakan karya-Nya bagi Israel pada masa yang akan datang. Bahkan sehubungan dengan itu, banyak theolog Kristen berpendapat bahwa pembebasan orang Yahudi dari pemusnahan Haman adalah merupakan cikal bakal Mesias “Pembebas”. Bakker mengatakan bahwa;
Kitab Ester menceritakan kepada kita, bagaimana orang di masa pemerintahan Ahasyweros hendak membasmi bangsa Yahudi. Seandainya maksud orang itu tercapai maka Kristus tidak akan lahir ke bumi ini dan setanlah yang akan menang. Itulah sebabnya Allah melindungi umat-Nya dan untuk itu Ia memakai Ester.
Ketika bayi Yesus dibawa kembali dari Mesir ke Palestina, Matius mengutip Hosea 11:1, yaitu suatu ayat yang menunjuk kepada peristiwa pembebasan, “Dari Mesir Ku panggil AnakKu” (Mat. 2:15). Dalam Perjanjian Baru, kebanyakan kiasan mengacu kepada peristiwa keluarnya Israel dan penebusan dari dosa (Rm. 3:24). Melalui Kristus, orang beriman sudah dilepaskan “dari kuasa kegelapan” sama seperti orang Israel sudah dibebaskan dari kuasa penindasan Firaun (Kol. 1:13-14).
Melihat kebenaran ini, sangatlah menarik untuk mengetahui apakah pembebasan di dalam konteks Ester merupakan “bebas” dalam pengertian ganda. Sebab sekian lama Israel mengharapkan seseorang yang mampu membebaskan mereka dari kekejaman penindasan. Hal itu hanya dapat terpenuhi dengan datangnya Mesias “Pembebas” yang dalam Perjanjian Baru diperkenalkan sebagai Yesus. Namun demikian umat Israel menolak akan hal itu.

Rumusan Masalah
Beranjak dari paradigma terdahulu berkenaan dengan penerimaan kitab Ester (kanon), sebagai wahyu obyektif Allah yang diberikan sebagai kebenaran proposional, para filsuf seperti halnya Marthin Luther menolak keesaan kitab Ester dan memasukkannya ke dalam kanon. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa kekurangan di dalamnya, di antaranya; tidak munculnya nama Allah, serta isu degradasi moral di dalam kitab Ester.
Namun masalah ini tidak terus berkepanjangan, sebab di samping diketemukannya susunan akrostik (YHWH), dalam kitab Ester sebagai jawaban, kekurangan ini adalah hal yang kecil bila melihat manifestasi/perwujudan yang nyata dari pemeliharaan Ilahi yang terus bekerja dalam setiap keadaan untuk melepaskan bangsa Yahudi dari ancaman terbesar untuk keberadaannya dalam sejarah.
Berawal dari pemahaman di atas dan juga menariknya kitab Ester untuk dibahas, maka untuk memperjelas pembahasan dalam bagian ini akan dibahas rumusan masalah, yang akan terformulasi ke dalam bentuk pertanyaan. Pertama, seputar hal yang berkaitan dengan pembebasan dalam kitab Ester. Apa makna pembebasan dalam kitab Ester? Apakah yang dimaksud bebas secara fisik? Ataukah pembebasan Allah terhadap bangsa Yahudi sebagai cikal bakal Mesias? Ataukah ada alasan lain mengapa berlaku pembebasan atas orang Yahudi? Kalau seandainya benar sebagai cikal bakal Mesias, seandainya musnah toh masih banyak orang Yahudi yang tersebar?
Kedua, hal yang berkaitan dengan ketidakadilan dan isu teologis yang ada dan berkembang, yaitu, apa bukti ketidakadilan dalam kitab Ester? Apakah pajak membuat mereka menjadi miskin? Apakah ketidakadilan yang terjadi dalam konteks Ester hanya bersifat lokal atau bahkan terjadi secara menyeluruh bagi kaum Israel? Apakah ketetapan hati mereka untuk tetap tinggal di negeri pembuangan dan tidak mau kembali ke Yerusalem, menjadi alasan ketidakadilan terjadi? Apakah ketidakadilan yang terjadi di dalam kitab Ester adalah merupakan ketertarikan Allah untuk membebaskan umat-Nya? Apakah isu degradasi moral benar dalam kisah ini (kisah Ester dipilih jadi Ratu)? Dan apakah isu degradasi moral yang ada juga menjadi penyebab Allah membebaskan umat-Nya?
Ketiga, dalam konteks Ester terjadi permainan politik dalam pemerintahan yang berimbas pada penindasan dan pemusnahan suku bangsa (etnis). Di situ Ester dan Mordekhai tampil sebagai pembebas bagi bangsanya. Di saat terjadi pemusnahan (politik-etnis) dari orang yang berkuasa yakni Haman, justru Ester dan Mordekhai tampil dengan pembebasannya. Sehingga dalam pengertian biasa ia dan bangsanya luput dari kekejaman yang disebabkan oleh Haman.
Pembebasan yang ada memang nampaknya murni usaha manusia semata, meliputi Ester, Mordekhai dan peran Raja Ahasyweros, tetapi sesungguhnya apabila menelusuri kisah secara kronologis maka akan terlihat jelas bahwa semua yang terjadi tidak bisa lepas dari pemeliharaan Allah. Namun dalam hal ini, menarik untuk melihat tindakan dan cara (model) pembebasan yang diambil oleh Ester dan Mordekai dari permainan politik yang tidak baik. Dalam hal ini penulis tidak sedang mengasosiasikan dengan teologi pembebasan, tetapi mencari makna pembebasan dalam konteks Ester.
Sehubungan dengan hal itu, juga mencari dominansi dan juga relevansi antara tekanan pembebasan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Maksudnya, apa yang menjadi tekanan pembebasan dalam konteks Perjanjian Lama dan apa tekanan pembebasan dalam konteks Perjanjian Baru dan apakah ada relevansi di antara keduanya.

Tujuan Penulisan
Penulisan dengan judul “Pembebasan dalam Kitab Ester: Suatu Refleksi terhadap Reaktualisasi Spiritual dalam Mengalami Karya Allah (Studi Eksegesis-Teologis Kitab Ester),” memiliki dua tujuan, yakni; Pertama, memberikan penjelasan mengenai pembebasan dalam Kitab Ester dengan mengangkat nats yang ada secara eksegezis, sehingga penjelasan atas kesimpangsiuran makna pembebasan dapat terselesaikan.
Kedua, penulis secara tegas mengkaji atau meninjau model pembebasan dalam konteks Kitab Ester. Di mana ketika kekuasaan dan politik bercampur serta berusaha untuk menumpas eksistensi suatu bangsa, Ester dan Mordekhai tampil sebagai pribadi pembebas. Dalam hal ini, gereja dapat bersikap dan menetukan langkah ketika kekuasaan dan politik bercampur, mungkin dalam hubungannya dengan itu, orang percaya bisa melihat model pembebasan yang dilakukan oleh Ester dan Mordekhai. Sehingga, “teologi kita dapat mengarahkan kita untuk mengubah masyarakat di lingkungan kita sehingga semakin memungkinkan rakyat mengalami apa artinya hidup manusiawi sepenuhnya.”

Rabu, 14 Januari 2009

GALI KATA ALKITAB: "KHAWATIR"

Khawatir

Kata “khawatir” merupakan padanan dari kata Ibrani da’ag (kata ini disusun dari huruf-huruf dan tanda vokal Ibrani: dalet dagesh lene-qames-alef-patah-gimel), yang diturunkan dari akar kata induk dg (dalet-gimel). Sebagaimana sejarah huruf Ibrani modern yang pada awalnya berasal dari huruf-gambar, huruf “dalet” berupa gambar pintu tenda dan huruf “gimel” berupa gambar kaki. Gabungan gambar “dalet-gimel” berarti “gerakan kaki maju-mundur”.

Sebagaimana yang kita kenal di zaman modern, pintu dipakai sebagai tempat jalan keluar-masuk rumah. Pada zaman Ibrani kuno, rumah mereka tidak permanen, melainkan berupa tenda. Pintu tenda berupa tabir (gorden) yang menggantung di atas jalan keluar-masuk tenda. Pada waktu siang gorden itu ada kalanya digulung ke atas, dan ada kalanya dibiarkan menggantung. Pada saat seseorang keluar tenda, ia akan melewati gorden yang menggantung tersebut, sehingga gorden akan terdorong ke depan. Ketika orang itu telah melewatinya, maka gorden kembali ke belakang. Gorden bergerak maju dan mundur ketika seseorang melewatinya.

Orang Ibrani menggambarkan keadaan seseorang yang khawatir seperti gorden yang bergerak maju mundur itu. Seseorang yang khawatir,ia melangkahkan kakinya maju-mundur. Ia tidak mantap dalam melangkah. Ia mau bergerak maju, tapi karena sesuatu hal, ia mundur lagi.

Orang yang Mengandalkan Tuhan tidak Khawatir

Yeremia 17:5-8 mencatat tentang dua macam orang, yaitu orang yang mengandalkan manusia dan orang yang mengandalkan Tuhan. Orang yang mengandalkan manusia sama dengan orang yang mengandalkan kekuatannya sendiri dan yang hatinya menjauh dari Tuhan. Dia adalah orang terkutuk, (bandingkan ayat 5). Orang seperti itu diumpamakan seperti semak bulus di padang belantara, di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk (ayat 6).

Keadaan orang yang mengandalkan manusia tersebut dilawankan dengan orang yang mengandalkan Tuhan. Orang yang mengandalkan Tuhan adalah orang yang menaruh harapannya kepada Tuhan (ayat 7). Orang semacam ini diberkati Tuhan. Ia diumpamakan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah (ayat 8).

Rasa khawatir, yang digambarkan orang Ibrani kuno seperti “gerakan kaki maju-mundur”, tidak terjadi pada orang yang mengandalkan Tuhan. Sekalipun ia hidup pada masa paceklik atau ekonomi dunia yang sedang tergoncang seperti sekarang ini, ia tetap dapat melangkahkan kaki dengan mantap dan tidak ragu-ragu.

(Artikel ini ditulis oleh Hery Setyo Adi, yang menggunakan berbagai sumber sebagai bahan rujukan)

PEMIKIRAN GEORGE ALBERT COE (1862-1951) DALAM UPAYA PERKEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

Pemikiran Coe tentang Pendidikan Agama Kristen, tidak dapat lepas dari pemikiran terdahulunya yakni John Dewey. Namun dalam pemikirannya, Coe berbeda dalam tujuan Pendidikan yang hendak dibangun. Sebagaimana Dewey menyatakan bahwa tujuan pendidikan harus membentuk masyarakat yang demokratis dan dalam hubungannya dengan ini memiliki reaksi terhadap masalah-masalah sosial, berbeda dengan Coe, yang melihat bahwa tujuan pendidikan adalah membawa seseorang memasuki pengalaman belajar.
Dalam asosianya dengan pengalaman belajar itulah seseoprang harus terbuka dengan pemanfaatn sains agar memperoleh fakta-fakta yang dapat dipercayai dalammemecahkan masalah-masalah pribadi, masalah gereja dan masalah masyarakat. Dalam hal ini coe tidak membuang nilai-nilai agama dalam pengembangan Pendidikan Agama Kristen. Hal ini tentu berbeda dengan pandangan Dewey yang lebih menekankan demokrasi tetapi menggeser iman Kristen/nilai-nilai Agama.
Dalam pemikirannya Coe, melihat pentingnya pemikiran-pemikiran modern/sains terlibat dalam usaha memajukan pendidikan agama kristen. Gereja dipandang dalam hal ini tidak boleh kolot terhadap pemikiran-pemikiran modern karena justru pemanfaatan terhadap hal ini dapat memajukan Pendidikan dan sebagai usaha memecahkan segala persoalan dalam pelayanan.
Dalam pandangan Coe, ia merumuskan hakekat dari Pendidikan Agama Kristen yakni, Pemeriksaan hubungan antara pribadi secara sistematis bahkan kritis dan pembentukan ulang hunugnan tersebut sebagaimana usaha itu dibimbing dan disoroti oleh praanggapan Yesus bahwa setiap pribadi tidak terhingga nilainya, dan oleh hipotesis bahwa Allah ada, yakni yang maha besar, yang menjunjung tinggi pentingnya orang-orang.
Dari pemikiran ini nampaklah bahwa sebenarnya Coe memiliki keprihatinan mendalam agar pemanfaatan pemikiran ilmiah harus dilakukan dalam bidang pendidikan Agama Kristen. Coe dalam pemikirannya lebih terbuka/menerima pemanfaatn terhadap sains.

LAPORAN SIDANG KE-2 GIDI KLASIS TIMIKA

BAB I

PENDAHULUAN


Sidang Klasis ke-2 Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Klasis Mimika tahun 2008, diselenggarakan oleh Panitia terpilih. Adapun Sidang ini dibentuk atas dasar; AD/ART GIDI pasal 8 ayat 3, Rapat BPH Klasis tanggal 26 Oktober 2008 perihal pembentukan Panitia, SK Ketua Klasis No. 003/SK/kls/gidi-tmk/X/2008. Sedangkan Tujuan diadakannya Sidang Klasis ke-2 adalah; mengevaluasi Pelayanan dan kehidupan rohani Jemaat GIDI Klasis Mimika, menyusun Program Kerja serta tata kerja GIDI Klasis Mimika, Pemilihan BPH Klasis GIDI Mimika periode 2008-2011 (termasuk departemen-departemen sesuai kebutuhan), menetapkan hukum-hukum gereja sesuai AD/ART GIDI dan kebutuhan jemaat setempat.
Sidang yang berlangsung pada tanggal 27-30 November 2008, bertempat di GIDI Jemaat Getsemani SP-3 mengangkat tema; ”Kemitraan yang Kuat dan Bijaksana Sebagai Pilar untuk Menyebarkan Keharuman Injil.” (2 Kor. 2:14-17). Tema ini diangkat mengingat banyak koleksi definisi tentang kemitraan yang mencoba mengusung arti terbaik dari nilai kemitraan. Tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mengimplementasikannya. Bagaimana membawa dunia, lingkungan dan keluarga kepada suatu perubahan, harapan atau perbaikan hidup yang lebih signifikan. Itulah yang seharusnya menjadi arah dan tujuan sebuah kemitraan.
Dengan dasar ini, maka tidak ada nilai terbaik dari kemitraan kecuali memahami untuk apa kemitraan ada, dan eksistensinya membawa kompleksitas perubahan ditengah dunia yang berubah. Pertama, kemitraan haruslah dibangun dengan kuat. Artinya, dalam membangun kemitraan harus didasari nilai-nilai yang kuat sesuai dengan Firman Tuhan. Kedua, kemitraan haruslah bijaksana. Dalam arti, menguntungkan ke dua belah pihak dengan di dasari perjuangan tanpa henti untuk mencapai keberhasilan bersama, secara khusus dalam memberitakan Injil-Nya.
Dengan pemahaman dan semangat kemitraan inilah, kami atas nama Panitia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta menyukseskan acara Sidang Klasis ke-2 Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Klasis Mimika, tahun 2008. Besar harapan, Allah terus melimpahkan kasih dan anugerah-Nya kepada kita semua. Amin.


BAB II

LAPORAN SIDANG


1. NAMA UTUSAN PESERTA DAN PENINJAU (DAFTAR HADIR):
Sidang Klasis ke-2, Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Klasis Mimika Tahun 2008, dihadiri sebanyak 74 orang peserta dari 8 Jemaat yang terdiri dari unsur-unsur Jemaat baik, Gembala, Pendeta, Majelis, Dewan, Koordinator Pemuda, Koordinator Kaum Ibu, Koordinator Sekolah Minggu dan Perwakilan Jemaat. Disamping itu, dihadiri oleh perwakilan Kepala Departemen Agama Kristen Kab. Mimika (Bpk. Yunus Wanenda) yang sekaligus membuka dan memberikan sambutan dalam acara Sidang Klasis ke-2. Dalam sambutannya beliau menyampaikan perlunya kerjasama yang sinergis antara gereja dan Pemerintah dan selama ini GIDI sudah membangun kemitraan yang baik dengan Pemerintah Daerah secara khusus Departemen Agama Kristen Kab. Mimika.

2. TEMPAT, HARI DAN TANGGAL PENYELENGGARAAN SIDANG:
Kegiatan Sidang Klasis ke-2, Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Klasis Mimika bertempat di Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Jemaat Getsemani SP-3, Jl. Lokal, Jalur 2, Karangsenang, Timika-Papua, berlangsung pada hari Kamis-Minggu, tanggal 27-30 November 2008.

3. TEMA & PEMIMPIN SIDANG:
Tema : ”Kemitraan yang Kuat dan Bijaksana Sebagai Pilar untuk
Menyebarkan Keharuman Injil.” (2 Kor. 2:14-17)
Pemimpin Sidang : Pdt. Ishak Lambe, Sm.Th
Moderator : Ev. Yimin Weya & Luther Kogoya
Notulen : Ev. Kornelius Sutriyono, S.Th

4. AGENDA SIDANG:
1. Kamis, 27 November 2008:
Persiapan & Pendaftaran Peserta Sidang

2. Jumat, 28 November 2008:
a. GIDI Mimika membutuhkan pengkaderan untuk masuk Sekolah Alkitab/
Theologia (Kader Sekolah Alkitab erinorak)
b. Tugas dan kewajiban gereja kepada seluruh anggota Jemaat GIDI Mimika
seperti: (Nit Jemaat GIDI Mimika Allah nen yabu ekologorak yinuk
waniragarak nogo ti nogo ammbi);
 Pemberkatan nikah kepada anggota Jemaat (Allah endege paga
nikah agolek nogo eriak)
 Penyerahan anak kepada Tuhan dilakukan oleh Jemaat masing-
masing. (Nit ninapuri logwe Allah paga piyorak nogo)
 Pembaptisan anggota Jemaat (Allah apuri yime wupiyorak nogo)
c. Seorang hamba Tuhan datang dari luar perlu membawa surat keterangan
dari Klasis atau wilayah setempat.
d. Siasat/discipline bagi seorang hamba Tuhan jika melanggar Firman
Tuhan/aturan gereja.
e. Mitra/ kerja sama dengan gereja tetangga seperti Baptis, Kemah Injil,
GKIP, dll
f. Pengusulan calon-calon jabatan Pendeta, Evangelis, untuk pentahbisan
pada Sidang Sinode GIDI- Maret 2009.

3. Sabtu, 29 November 2008:
1. Kesejahteraan dalam pelayanan bagi seorang hamba Tuhan (BPH Klasis, Dewan, Gembala) dari masing-masing jemaat GIDI Klasis Mimika.
2. Pembentukan kepala suku umum di kalangan GIDI Mimika.
3. Penyelesaian dan pembayaran masalah yang di pandang oleh warga GIDI Mimika:
 Pembayaran masalah pembunuhan
 Pembayaran Emas kawin
 Perceraian istri atau suami
 Seseorang meninggal dari kalangan GIDI sering melakukan perusakan rumah dari pihak keluarga korban duka.
 Perkelahian karena di pengaruhi Alkohol.
4. Pembentukan wadah kader GIDI Mimika tahun 2009
5. Persepuluhan sebagai kewajiban anggota jemaat GIDI Mimika, dengan dasar Firman Tuhan dalam Kitab Maleakhi.
6. Hamba Tuhan dalam jabatan Gembala, Pendeta, unsur pimpinan jemaat jika masuk dalam calon anggota DPR, Bupati, Wakil Bupati, apakah itu bisa atau tidak?
7. Pertukaran mimbar pelayanan Klasis, Dewan atau Gembala di kalangan GIDI Mimika.
8. Keberadaan Wilayah GIDI Pantai Selatan?
9. Hari-hari gereja atau agama Nasrani perlu di lakukan ibadah gabungan Klasis seperti; HUT GIDI, HUT berdirinya STT GIDI/ STAKIN, hari Natal, Paskah, dll.
10. Pemilihan BPH Klasis baru

4. Minggu, 30 November 2008:
Ibadah gabungan 8 Jemaat, penutupan Sidang & Pelantikan BPH terpilih:
~ Dalam Ibadah penutupan Firman Tuhan disampaikan oleh Bpk. Samuel Souga, S.Th dengan mengangkat tema ”panggilan Gereja (Mat. 16:13-20).” Dimana disampaikan bahwa Gereja yang adalah ”kumpulan orang-orang percaya” sesungguhnya memiliki panggilan nyata dalam dunia ini. Panggilan tersebut adalah; pertama, dipanggil untuk bersekutu dan bersaksi; kedua, dipanggil untuk memberi jaminan (tidak masuk kematian rohani); ketiga, dipanggil untuk melayani (diberikan wewenang untuk melayani).
` Penutupan Sidang dilakukan oleh Bpk. Yunus Wanenda (Departemen Agama Kristen Kab. Mimika).
~ Pelantikan BPH terpilih dilakukan oleh Pdt. Hengki Felle, M.A (Wakil Ketua Sinode GIDI).

BPH GIDI KLASIS MIMIKA TERPILIH:
Ketua : Ev. Temur Murib
Wakil : Ev. Sudirman Harianja, S.Th

Sekretaris :
1. Ev. Kornelius Sutriyono, S.Th
2. Ev. Yoram Pagawak

Bendahara :
1. Ev. Elias Tabuni
2. Yesaya Kogoya

Koordinator PI: Bpk. Mep Kogoya

Wadah Kader:
1. Luther Kogoya
2. Depias Erelak
3. Yimin Weya

Kepala Suku: Bpk. Nus Jikwa

5. RUMUSAN & PEMBICARAAN DENGAN SARAN DAN MASUKAN:
a. Jumat, 28 November 2008

Masukan dan Keputusan
1 GIDI Mimika membutuhkan pengkaderan untuk masuk Sekolah Alkitab/Theologia (Kader Sekolah Alkitab erinorak) Ev. Sudirman Harianja: Bukan hanya menyekolahkan/ mengutus tetapi suport dana (intensif)
Luther Kogoya: masing-masing jemaat perlu mendukung biaya karena beban studi apalagi diluar Papua mahal SETUJU
2 Tugas dan kewajiban gereja kepada seluruh anggota Jemaat GIDI Mimika seperti: (Nit Jemaat GIDI Mimika Allah nen yabu ekologorak yinuk waniragarak nogo ti nogo ammbi:
 Pemberkatan nikah kepada anggota jemaat (Allah endege paga nikah agolek nogo eriak)
 Penyerahan anak kepada Tuhan dilakukan oleh jemaat masing-masing. (Nit ninapuri logwe Allah paga piyorak nogo)
 Pembaptisan anggota jemaat (Allah apuri yime wupiyorak nogo) Depias Erelak: dari 3 kewajiban gereja kepada anggota jemaat tolong tambahkan untuk dijalankan perjamuan kudus dimasing-masing jemaat. Selain itu, kunjungan ke jemaat bagi yang sakit (doa) juga perlu terus dilakukan oleh Hamba Tuhan sebagai tugas pastoral
Ev. Sudirman Harianja: kalau belum dikukuhkan (hamba Tuhan) jangan dulu terlibat dalam pelayanan tetapi ambil waktu untuk merenung (kontemplasi)
Pdt. Ishak Lambe: dalam acara pernikahan, penyerahan anak dan pembabtisan dapat dilakukan dimasing-masing jemaat. Bertepatan dengan itu, penggalangan dana (amplop) juga dapat dilakukan guna lancarnya lajur pelayanan SETUJU
3 Seorang hamba Tuhan yang datang dari luar perlu membawa surat keterangan dari Klasis atau wilayah setempat a. Bagi yang pindahan perlu membawa/ melengkapi surat kepindahan dari Klasis atau wilayah sebelumnya (Pengantar/ Rekomendasi)
b. Disamping itu, perlu melengkapi dan menyerahkan Identitas Diri: surat Babtis dan surat Nikah SETUJU
4 Siasat/discipline bagi seorang hamba Tuhan jika melanggar Firman Tuhan/aturan gereja Melkias Murib: dalam hal siasat, perlu penjabaran secara rinci (pelanggarannya apa dan berapa bulan siasat dilakukan)
Depias Erelak: bagi Hamba Tuhan yang memiliki anak dan melanggar aturan gereja (masih bujang) pemberian siasat melibatkan orang tua anak tetapi bagi anak yang melanggar dan sudah menikah/berkeluarga siasat tidak berlaku bagi Hamba Tuhan SETUJU
5 Mitra/kerja sama dengan gereja tetangga seperti Baptis, Kemah Injil, GKIP, dll Ev. Sudirman Harianja: BPH yang baru perlu membuat terobosan kerjasama dengan gereja tetangga untuk menolak banyak hal: Miras, Pelacuran, Perang, dll.
Luther Kogoya: Tema Sidang harus menjadi motto BPH yang baru dalam tahun pelayanan mereka SETUJU
6 Pengusulan calon-calon jabatan Pendeta, Evangelis, untuk ditahbiskan pada Sidang Sinode GIDI- Maret 2009.
Keputusan Pra-Sidang: Ada empat nama calon Pendeta:
1. Elias Tabuni
2. Temur Murib
3. Pulias Kiwo
4. Ev. Sudirman Harianja, S.Th
Pelayanan di Tanah Merah (Pendeta)
• Butinggen Gurik
• Okotebak Lambe
Pelayanan di Koroi Batu (Pendeta)
• Bigber Gurik
• Usman Kogoya SETUJU

b. Sabtu, 29 November 2008

Masukan dan Keputusan
1 Upah/kesejahteraan dalam pelayanan bagi seorang Hamba Tuhan (BPH Klasis, Dewan dan Gembala) masing2 di jemaat GIDI Klasis Mimika.
Luther Kogoya: masalah upah, perlu ditetapkan besarannya atau tidak?
Gerson Uaga: Dalam dua periode (kepengurusan BPH) Hamba Tuhan hanya melayani secara sukarelawan. Oleh karena itu, perlu memikirkan tentang upah tetapi harus melihat kondisi masing-masing jemaat.
Sudirman Harianja: Istilah Upah mungkin perlu diganti dengan KESEJAHTERAAN Hamba Tuhan?

Ev. Sudirman Harianja: mengenai upah/kesejahteraan Hamba Tuhan tidak bisa disama ratakan dalam setiap jemaat karena kondisi jemaat satu dengan lainnya berbeda. Dalam hal ini, berikan kewenangan kepada Majelis setempat untuk mengaturnya.
Bpk. Hengki Felle: mengenai kesejahteraan Hamba Tuhan hal itu sesuai dengan prinsif Firman Tuhan, tidak melakukan berarti berdosa. Dan teknisnya, untuk kesejahteraan Hamba Tuhan ditentukan masing-masing jemaat-melihat kondisi jemaat setempat.
Luther Kogoya: Kita sering mengkritik pelayanan tetapi tidak pernah memberi kepada BPH Klasis dan Gembala. Pinjam uang Gereja hanya untuk bayar masalah/kepala dan tidak kembali.
Depias Erelak: setuju kalau istilah upah diganti kesejahteraan Hamba-hamba Tuhan. Kesejahteraan Gembala dikembalikan ke Jemaat masing-masing tetapi kesejahteraan Klasis dan Dewan kita harus pikirkan sumber kesejahteraannya berasal dari mana? Diusulkan, Hamba Tuhan harus mengajar tentang persepuluhan dimasing-masing jemaat. SETUJU
2 Pembentukan kepala Suku umum di kalangan GIDI Mimika.
Pertimbangan: Selama ini kewenangan/tugas BPH khususnya, Ketua Klasis terlalu MELEBAR LUAS sehingga perlu pengkhususan untuk masalah-masalah sosial antar warga dengan mengangkat Kepala Suku dikalangan GIDI
DIUSULKAN dan ditetapkan: NUS JIKWA SETUJU
3 Penyelesaian dan pembayaran masalah yang di pandang oleh warga GIDI Mimika adalah:
 Pembayaran masalah
pembunuhan
 Pembayaran emas kawin
 Perceraian istri atau
suami
 Seseorang meninggal
DUNIA dari kalangan
GIDI sering melakukan
perusakan rumah pihak
keluarga korban duka.
 Perkelahian karena di
pengaruhi alkohol.
Dalam menyelesaikan masalah ini, perlu melihat kembali prinsif-prinsif secara Alkitabiah. KEMUDIAN, orang-orang yang sudah dipilih dengan kewenangan menyelesaikan masalah (kepala kampung) yang ada dimasyarakat harus menjalankan fungsinya dengan baik.
@ Pembunuhan: perlu ada
kesepakatan dan melihat kemampuan (35 Juta bagi yang menuntut-sesuai hukum Pemerintah, tetapi kalau pihak keluarga tidak menuntut hal itu tidak berlaku)

Masukan:
Temur Murib: dalam menyelesaikan masalah tidak boleh membawa alat-alat tajam.
Ibu. Sina Weya: Pembunuhan (pembayaran masalah) saya serahkan ke Tuhan.
Pdt. Ishak Lambe, Sm.Th: kita perlu kembali kepada Hukum Pemerintah

@ Emas Kawin: kita kembali
kepada keputusan sidang di
Toli (4 ekor babi).
@ Perceraian/kawin dua:
Gereja tidak
menyetujui kawin dua.
@ Perusakan Rumah:
Pak Mantri: Kalau melakukan perusakan rumah yang diberi sangsi hanya oknumnya saja jangan melibatkan
Gereja.

@ Alkohol: kita akan buat
keputusan (3 Denominasi)
untuk menolak Alkohol
*Kawin dua
tidak boleh
* Perempuan
diantar kerumah pihak laki-laki dengan adat tidak boleh, semua harus pakai hukum gereja
*Istri di Kampung laki-laki disini kawin lagi tidak boleh

4 Pembentukan wadah Kader GIDI Mimika tahun 2009
Gerson Uaga: setuju dengan pembentukan wadah kader karena hal ini sebagai perwujudan kesejahteraan Hamba-hamba Tuhan.
Elias Tabuni: Setuju karena hal ini sangat positif untuk perkembangan Gereja.
Sudirman Harianja: perlu ditetapkan 3 orang sebagai pelopor kader antara lain:
1. Luther Kogoya
2. Yimin Weya
3. Depias Erelak SETUJU
5 Persepuluhan sebagai kewajiban anggota jemaat GIDI Mimika, dengan dasar Firman Tuhan dalam Maleakhi.
DITEGASKAN KEMBALI, Hamba-hamba Tuhan harus mengajarkan PERSEPULUHAN ke masing-masing Jemaat SETUJU
6 Hamba Tuhan sebagai jabatan Gembala, Pendeta, unsur pimpinan jemaat jika masuk dalam calon DPR, Bupati – wakil Bupati, apakah itu bisa atau tidak?
Bpk. Samuel Souga (Perwakilan Sinode): berkaitan keputusan Pra-Sidang yang ada, diputuskan bahwa bagi Hamba-hamba Tuhan yang terlibat dalam politik praktis jabatan Pendeta/ Gembala/Evangelis dicabut. Tetapi Gereja mempunyai tugas untuk mendukung Kader yang terlibat dalam politik (anggota Dewan, Bupati).
DITAMBAHKAN, bagi Ketua Klasis, Gembala dan Pendeta yang maju sebagai DPR dan Bupati mereka harus meninggalkan jabatan pelayanan Gerejawi
Weinus Kogoya: bagi Hamba Tuhan yang terlibat politik jemaat tidak usah dukung suara tetapi kalau Kader jemaat harus mendukung.
7 Pertukaran Mimbar pelayanan Klasis, Dewan, atau Gembala di kalangan GIDI Mimika.
Bpk. Samuel Souga: kalau tukar Mimbar antar GIDI/Gembala GIDI hal itu bagus. Tetapi kerjasama tukar Mimbar antar Denominasi dari tingkat Sinode belum dilakukan/ diputuskan.
8 Keberadaan Wilayah GIDI Pantai Selatan?
Bpk. Samuel Souga: Mengusulkan untuk Kantor Wilayah Pantai Selatan bertempat di Timika. Mengenai pengurus Wilayah diputuskan hanya 3 saja ditambah 1 Koordinator Bidang (Ketua, Sekretaris dan Bendahara) dan Koordinator Bidang (Pemuda, Ibu, dll).
9 Hari-hari Gereja atau Agama Kristen perlu di lakukan Ibadah gabungan Klasisseperti HUT GIDI, HUT berdirinya STT GIDI/STAKIN, Hari Natal, Paskah, dll. Yendik Togodly: Bisa tidak hari ulang tahun GIDI dijadikan hari libur Daerah (regional). Diusulkan juga, bagaimana kalau membuat Kalender.


Dilaporkan Oleh: Ev. Chornelius Sutriyono, S.Th

Senin, 12 Januari 2009

Kesaksian: Tuhan Buka Jalan

Berawal dari sebuah harapan (ingin meneruskan studi S-2), akhirnya menjadi kenyataan. Tepatnya, tanggal 3 Januari 2009 saya tiba di Bandung dalam rangka mengikuti kuliah S-2, program M.Th Pendidikan. Perkuliahan minggu pertama saya ikuti dengan baik tetapi dengan segudang beban, antara mampu atau tidak, karena kesibukan pelayanan di Timika. Apalagi, semua pasti berbenturan antara tugas kuliah, dengan tugas dan tanggung jawab pelayanan yang semua sama-sama menuntut prioritas. Ditambah, belum adanya kepastian keyakinan diri sendiri dengan Tuhan, apakah tindakan studi yang saya ambil adalah rencana dan kehendak-Nya.
Berjalannya waktu, saya diteguhkan bahwa segala sesuatu menuntut tindakan berani. Bukan terus menunggu dengan pasif tetapi harus ada tindakan aktif dari kita dengan menggumuli, seiring diyakinkan bahwa ditengah-tengah apa yang harus saya lakukan semua dipakai untuk "memuliakan-Nya." Banyak hal yang saya alami dalam proses studi ini, apalagi awal-awal sebelum masuk tantangan pun terus datang silih berganti. Baik, dari diri sendiri (keraguan), orang lain (untuk apa studi S-2, kapan kerjanya dan menyenangkan orang tua). Perkataan itu sempat membuat putus asa, tetapi dari semua itu saya percaya bahwa semua dipakai untuk meneguhkan bahwa yang sekarang saya lakukan adalah dalam rencana-Nya. Kalau saya diberikan kesempatan semua karena kehendak dan kemurahan-Nya. Trima kasih Tuhan. Amin.