Rabu, 14 Januari 2009
GALI KATA ALKITAB: "KHAWATIR"
Khawatir
Kata “khawatir” merupakan padanan dari kata Ibrani da’ag (kata ini disusun dari huruf-huruf dan tanda vokal Ibrani: dalet dagesh lene-qames-alef-patah-gimel), yang diturunkan dari akar kata induk dg (dalet-gimel). Sebagaimana sejarah huruf Ibrani modern yang pada awalnya berasal dari huruf-gambar, huruf “dalet” berupa gambar pintu tenda dan huruf “gimel” berupa gambar kaki. Gabungan gambar “dalet-gimel” berarti “gerakan kaki maju-mundur”.
Sebagaimana yang kita kenal di zaman modern, pintu dipakai sebagai tempat jalan keluar-masuk rumah. Pada zaman Ibrani kuno, rumah mereka tidak permanen, melainkan berupa tenda. Pintu tenda berupa tabir (gorden) yang menggantung di atas jalan keluar-masuk tenda. Pada waktu siang gorden itu ada kalanya digulung ke atas, dan ada kalanya dibiarkan menggantung. Pada saat seseorang keluar tenda, ia akan melewati gorden yang menggantung tersebut, sehingga gorden akan terdorong ke depan. Ketika orang itu telah melewatinya, maka gorden kembali ke belakang. Gorden bergerak maju dan mundur ketika seseorang melewatinya.
Orang Ibrani menggambarkan keadaan seseorang yang khawatir seperti gorden yang bergerak maju mundur itu. Seseorang yang khawatir,ia melangkahkan kakinya maju-mundur. Ia tidak mantap dalam melangkah. Ia mau bergerak maju, tapi karena sesuatu hal, ia mundur lagi.
Orang yang Mengandalkan Tuhan tidak Khawatir
Yeremia 17:5-8 mencatat tentang dua macam orang, yaitu orang yang mengandalkan manusia dan orang yang mengandalkan Tuhan. Orang yang mengandalkan manusia sama dengan orang yang mengandalkan kekuatannya sendiri dan yang hatinya menjauh dari Tuhan. Dia adalah orang terkutuk, (bandingkan ayat 5). Orang seperti itu diumpamakan seperti semak bulus di padang belantara, di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk (ayat 6).
Keadaan orang yang mengandalkan manusia tersebut dilawankan dengan orang yang mengandalkan Tuhan. Orang yang mengandalkan Tuhan adalah orang yang menaruh harapannya kepada Tuhan (ayat 7). Orang semacam ini diberkati Tuhan. Ia diumpamakan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah (ayat 8).
Rasa khawatir, yang digambarkan orang Ibrani kuno seperti “gerakan kaki maju-mundur”, tidak terjadi pada orang yang mengandalkan Tuhan. Sekalipun ia hidup pada masa paceklik atau ekonomi dunia yang sedang tergoncang seperti sekarang ini, ia tetap dapat melangkahkan kaki dengan mantap dan tidak ragu-ragu.
(Artikel ini ditulis oleh Hery Setyo Adi, yang menggunakan berbagai sumber sebagai bahan rujukan)
Kata “khawatir” merupakan padanan dari kata Ibrani da’ag (kata ini disusun dari huruf-huruf dan tanda vokal Ibrani: dalet dagesh lene-qames-alef-patah-gimel), yang diturunkan dari akar kata induk dg (dalet-gimel). Sebagaimana sejarah huruf Ibrani modern yang pada awalnya berasal dari huruf-gambar, huruf “dalet” berupa gambar pintu tenda dan huruf “gimel” berupa gambar kaki. Gabungan gambar “dalet-gimel” berarti “gerakan kaki maju-mundur”.
Sebagaimana yang kita kenal di zaman modern, pintu dipakai sebagai tempat jalan keluar-masuk rumah. Pada zaman Ibrani kuno, rumah mereka tidak permanen, melainkan berupa tenda. Pintu tenda berupa tabir (gorden) yang menggantung di atas jalan keluar-masuk tenda. Pada waktu siang gorden itu ada kalanya digulung ke atas, dan ada kalanya dibiarkan menggantung. Pada saat seseorang keluar tenda, ia akan melewati gorden yang menggantung tersebut, sehingga gorden akan terdorong ke depan. Ketika orang itu telah melewatinya, maka gorden kembali ke belakang. Gorden bergerak maju dan mundur ketika seseorang melewatinya.
Orang Ibrani menggambarkan keadaan seseorang yang khawatir seperti gorden yang bergerak maju mundur itu. Seseorang yang khawatir,ia melangkahkan kakinya maju-mundur. Ia tidak mantap dalam melangkah. Ia mau bergerak maju, tapi karena sesuatu hal, ia mundur lagi.
Orang yang Mengandalkan Tuhan tidak Khawatir
Yeremia 17:5-8 mencatat tentang dua macam orang, yaitu orang yang mengandalkan manusia dan orang yang mengandalkan Tuhan. Orang yang mengandalkan manusia sama dengan orang yang mengandalkan kekuatannya sendiri dan yang hatinya menjauh dari Tuhan. Dia adalah orang terkutuk, (bandingkan ayat 5). Orang seperti itu diumpamakan seperti semak bulus di padang belantara, di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk (ayat 6).
Keadaan orang yang mengandalkan manusia tersebut dilawankan dengan orang yang mengandalkan Tuhan. Orang yang mengandalkan Tuhan adalah orang yang menaruh harapannya kepada Tuhan (ayat 7). Orang semacam ini diberkati Tuhan. Ia diumpamakan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah (ayat 8).
Rasa khawatir, yang digambarkan orang Ibrani kuno seperti “gerakan kaki maju-mundur”, tidak terjadi pada orang yang mengandalkan Tuhan. Sekalipun ia hidup pada masa paceklik atau ekonomi dunia yang sedang tergoncang seperti sekarang ini, ia tetap dapat melangkahkan kaki dengan mantap dan tidak ragu-ragu.
(Artikel ini ditulis oleh Hery Setyo Adi, yang menggunakan berbagai sumber sebagai bahan rujukan)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar