Minggu, 18 Januari 2009

TANTANGAN YANG DIHADAPI KELUARGA: SUAMI-ISTERI BEKERJA

Oleh: (John Heart Panggabean & Ev. Kornelius Sutriyono, S.Th)*

Kata Pengantar
Dewasa ini dapat dilihat adanya suatu perkembangan ke arah kecenderungan suami dan isteri sama-sama bekerja. Keadaan ini terutama dapat dijumpai di perkotaan yakni di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta dan di kota-kota besar lainnya dan mencakup keluarga-keluarga dengan suami-isteri yang berpendidikan tinggi. Pernikahan seperti itu bisa dimulai dari pergumulan seorang pria yang ingin mencari calon pasangannya dari kalangan wanita yang sudah bekerja atau mereka yang sudah sama-sama bekerja kemudian sepakat menikah dimana setelah menikah perempuan itu tetap bekerja. Ataupun pasangan suami-isteri yang pada mulanya tidak sama-sama bekerja tetapi dalam perjalanannya isteri mencari pekerjaan dan bekerja. Prakarsanya bisa timbul karena suatu kesadaran individual yang berkaitan dengan nilai baik dari wanita ataupun pria yang akan menikah ataupun pengaruh dorongan (anjuran) orangtua. Adakah konsekuensi atau apakah kondisi itu menimbulkan dampak berupa masalah yang kemudian harus dihadapi oleh keluarga itu ? Hal inilah yang akan diuraikan lebih lanjut dengan batasan-batasan sebagai berikut :
o Pasangan suami-isteri beragama Kristen.
o Pekerjaan yang dimaksudkan disini ialah dimana suami-isteri, untuk melaksanakan pekerjaan atau profesinya harus meninggalkan rumah/lingkungan tempat tinggalnya lebih dari 6 jam mulai dari pagi hari sampai sore hari dan atau yang tidak tinggal dalam satu kota.
o Suami-isteri berumur 21-45 tahun yaitu : keluarga yang baru menikah/belum mempunyai anak, kelaurga yang mempunyai anak (balita, masuk sekolah, remaja ).

Tujuan Pernikahan dan Keluarga.
Dalam bahan kuliah yang ditulis oleh Bapak Dr.S.Sijabat,Ed.D, “LANDASAN PERNIKAHAN DAN KELUARGA” antara lain tertera bahwa “Pada mulanya Dialah (Allah )

*) Suatu Pandangan yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pernikahan dan Keluarga” dari Bapak Dr.B.Sijabat.

yang merencanakan laki-laki dan perempuan yang diciptakan-Nya menikah”
Sebagai suatu rencana Allah maka pernikahan adalah menjadi suatu hal yang sangat penting bagi setiap orang yaitu pasangan yang mendirikan sebuah lembaga pernikahan karena rencana dimaksud tidak luput dari hakekat tujuan penciptaan manusia yaitu untuk kemuliaah Allah dan sebagai rencana Allah maka pernikahan itu juga mempunyai tujuan yang dikehendaki oleh Allah sendiri.
Mengutip Balswik & Balswik dikatakan bahwa “..tujuan pernikahan dan keluarga adalah kedewasaan ( maturity ). Untuk mencapainya dibutuhkan empat komponen utama, yaitu :
1. Komitmen untuk mengasihi.
2. Anugerah (grace) Allah yang menjadi dasar untuk peneriman dan pengampunan.
3. Pemampuan ( empowering).
4. Intimasi ( keakraban ).
Empat aspek lain yang berkaitan dengan keempat komponen tersebut di atas adalah : keakraban ( kohesi ) penyesuaian, komunikasi dan sruktur peran.”

Tantangan Bagi Keluarga : Suami-Isteri Bekerja.
Sebagaimana tujuan keluarga dan komponen pencapaian tujuan berikut ke-4 aspeknya tersebut di atas, dalam perjalanan keluarga menuju ke “maturity” maka akan timbul tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh keluarga yang masing-masing suami dan isteri sama-sama bekerja. Akan ada perbedaannya dengan keluarga yang hanya suami yang bekerja dan isteri menjalankan tugas kerumah-tanggan dalam sistem keluarga tersebut. Adapun masalah atau tantangan yang kemugkinan besar akan dihadapai oleh suami-iteri yang bekerja, adalah :
1. Hambatan-hamabatan dalam Realitas Komitmen.
Pernikahan adalah keputusan pribadi dari 2 (dua) pribadi yang kemudian menjadi keputusan bersama. Suami-isteri bekerja, tentu merupakan keputusan pribadi yang kemudian dirumuskan sebagai hasil kesepakatan bersama berikut komitmen-komitmen yang juga disepakati pada tahap rencana ataupun pada awal pernikahan. Ke dalam komitmen itu mungkin sudah tercakup hal pokok yaitu : saling mengasihi, bersatu, dan menjadi satu serta kesepakatan-kesepakatan yang berkenan dengan kondisi pekerjaan masing-masing.
Di dalam perjalanannya, secara kondisional atau akibat hal-hal detail yang sebelumnya tidak diperhitungkan, komitmen itu dapat mengalami hambatan dalam beberapa keadaan sbb. :
a. Di awal pernikahan, suami dan isteri masing-masing harus berpisah karena bertugas di kota yang berbeda membuka peluang terjadinya godaan yang mengalahkan komitmen yang ada.
b. Ada biaya / pengeluaran yang harus ditanggung sebagai beban keuangan keluarga atau pengelolaan keuangan yang terpisah dan hal ini dapat menimbulkan masalah (tantangan) berkaitan dengan keterbukaan yang benar dari masing-masing suami-isteri.
c. Apabila keadaan masih terus berlanjut ketika keluarga itu sudah mempunyai anak dan mulai dari fungsi ibu merawat bayi sampai kemudian adanya tuntutan kebutuhan tugas pengasuhan ( generativitas), kesibukan suami-isteri bekerja akan menghambat terlaksananya fungsi generativitas tersebut.

2. Terjebak pada Pembenaran Diri.
Adanya tuntutan tugas ( volume pekerjaan yang memerlukan waktu yang mungkin juga melebihi jam kerja normal, target, loyalitas terhadap atasan dll.) yang “merampas” waktu kebersamaan yang seharusnya menjadi milik suami-isteri, dapat menimbulkan masalah bagi suami atau sebaliknya.Masala itu bisa dimulai dari keadaan yang ringan menjadi masalah yang besar ketika masing-masing suami-isteri saling menyalahkan.
Bahwa keluarga sebagai anugerah Allah -- suami harus berani memaafkan isteri dan kelembutan isteri melahirkan suasana memaafkan – berubah menjadi suatu keadaan dimana suami-isteri saling membenarkan diri. Suami atau isteri menganggap bahwa apa yang dia lakukakan adalah demi keluarga dan semuanya dalam batas-batas wajar sesuai dengan tanggung jawab pekerjaannya ( mementingkan karirnya ); berhadapan dengan anggapan yang berbeda dari pasangannya. Kewarasan suami, dan proses ketertundukan isteri kepada suami serta saling to forgive – to be forgive tidak berjalan dengan baik.

3. Berlomba Karir.
Pasangan suami isteri yang bekerja baik yang sama-sama mempunyai peluang peningkatkan karir atapupun isteri yang karirnya terus meningkat, tanpa disadari dapat melahirkan suatu “kompetisi”. Hal inipun menjadi suatu tantangan bagi pernikahan karena langkah ke arah tujuan keluarga yaitu pemampuan ( to serve / to be serve ) terabaikan.

4. Pertumbuhan Keakraban Terganggu.
Pengaruh beban tugas masing-masing dan serta ruang yang berbeda yang dijalani, dapat menjadi hambatan proses intimasi. Kesibukan kerja masing-masing suami-isteri mempersempit waktu untuk kebersamaan, tidak tersedia waktu yang cukup untuk saling mengenal lebih jauh untuk mengetahui kelebihan atau kekurangan masing-masing, juga waktu untuk saling merasakan dan memelihara cinta kasih diantara keduanya.

Penutup.
Memperhatikan tantangan atau masalah-masalah tersebut di atas – masalah yang sangat mungkin dihadapi keluarga dimana suami-isteri bekerja, dapat menghambat pencapaian tujuan keluarga meliputi komponen komitmen, pengampunan, pemampuan, dan intimasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar