Minggu, 21 Desember 2008

”DIKALA PENGETAHUAN MEMBATASI KASIH”

Kita sering diperhadapkan pada sebuah pilihan dan tidak jarang pilihan itu membutuhkan pemikiran serius. Antara menolong ataukah terdiam melihat kebutuhan sesama karena kita pun sebenarnya sedang membutuhkan pertolongan. Apabila menolong harapan dan rencana untuk pribadi, keluarga dan orang lain bisa gagal tetapi kalau tidak berbagi hati tidak sejahtera karena menolong adalah panggilan mulia? Manakah yang harus menjadi prioritas kita?
Pengalaman itu terjadi sekitar tahun 2007 lalu saat saya ke Jogya untuk Wisuda program Sarjana. Ada seorang teman yang datang dan kalau bisa mau pinjam uang untuk wisuda. Dan saat itu memang saya ada uang tetapi untuk persiapan bayar tiket pesawat terbang Jogya-Timika. Dan, pengetahuan yang melibatkan analitis kritis pun bergejolak antara menolong karena orang lain butuh dan mengabaikan rencana pribadi (belum tahu pastinya kapan uang dikembalikan) atau tidak menolong orang lain sehingga rencana dan kebutuhannya terabaikan?
Namun, selang beberapa saat setelah berfikir saya memutuskan untuk meminjamkan uang yang harus saya pakai untuk bayar tiket dan menunggu hingga uang itu dikembalikan. Hari berlalu dan minggu pun berganti uang yang dipinjam belum juga kembali. Apa yang harus kulakukan?
Adakalanya pengetahuan terbaik kita muncul dan menjadi benteng perlindungan paling aman bagi kita. Proses berfikir mendahului dalam segala sesuatu terlebih pengambilan keputusan. Manusia dalam keberadaannya, paling bisa menerima orang lain apabila orang itu menyenangkan. Menolong orang lain jika memberikan harapan, menjanjikan sesuatu - paling tidak menguntungkan bagi yang ditolong.
Orang lain dihargai karena pencapaian apa yang dibuat bermanfaat bagi orang lain. Dan, terlalu sering ini menjadi pengejaran berarti bagi kebanyakan orang. Segala sesuatu baik pekerjaan maupun pelayanan penuh pengabdian didasarkan pada motivasi tidak tulus-ingin dihargai sesama. Hingga akhirnya, tidak jarang pengabdian berubah menjadi petaka dalam hati yang sulit terobati karena terpendam.
Masalah yang ada hendaknya membuat kita berbagi kehidupan bagi sesama. Jangan membatasi diri karena hanya ”ada masalah” menutup hati untuk mengasihi.
Jangan sampai panggilan kita untuk mengasihi sesama terhilang karena penguatan terhadap masalah pribadi. Tidak mau berbagi karena merasa tidak ada yang dibagi. Jangan batasi kasih Anda!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar