Minggu, 21 Desember 2008

PEMBEBASAN DALAM KITAB ESTER (KESIMPULAN)

Dalam Perjanjian Lama, pembebasan pada satu pihak berarti pembebasan dari kuasa yang menjauhkan manusia dari pengabdian dan pemujaan kepada pencipta-Nya; di pihak lain, adalah kebahagiaan positif dari kehidupan. Kemudian pembebasan juga dapat berarti, persekutuan dengan Allah dalam perjanjian-Nya, di tempat di mana Ia berkenan menyatakan diri dan memberi berkat. Dalam pengertian ini, pembebasan berarti memiliki dua dimensi. Hal yang berkaitan dengan aspek rohani dan jasmani. Keduanya memang tidak dapat dipisahkan, karena merupakan aspek yang saling terkait satu dengan yang lainnya.
Berkaitan dengan pembahasan dengan judul “Pembebasan dalam Kitab Ester: Suatu Refleksi terhadap Reaktualisasi Spiritual dalam Mengalami Karya Allah (Studi Eksegesis-Teologis Kitab Ester),” penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: Pembebasan dalam konteks Ester adalah bebas dalam pengertian terlepas dari pemusnahan. Sedangkan secara teologis pembebasan ini adalah wujud pemeliharaan Allah terhadap umat-Nya, yang secara sosial tertindas oleh karena tetap memilih tinggal di negeri penjajah. Allah memberikan perintah kepada umat-Nya untuk kembali ke tanah perjanjian, tetapi sebagian mereka memilih untuk tetap tinggal. Ketidaktaatan terhadap hukum Allah membawa mereka pada penghukuman.
Hadirnya Haman sebagai keturunan Agag, adalah alat untuk rencana-Nya. Dengan demikian, tuntutan pembebasan adalah kenyataan wajar umat akibat penderitaan. Hal ini merupakan afirmasi pengetahuan akan Allah, dan menguatkan iman umat sehingga orang kafir melihat kebesaran Allah Israel. Maka dengan hal ini, Yahweh tetap menjadi pusat pengharapan dalam segala sesuatu bagi umat yang percaya kepada-Nya. Semua ini terjadi bahkan mereka mengalami karya Allah (pembebasan) karena reaktualisasi spiritual (memulihkan kembali nilai-nilai spiritual di masyarakat ”puasa”) yang umat lakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar