Rabu, 17 Desember 2008

”HORMAT TAPI TIDAK TAAT” (Maleakhi 3: 6-12) Oleh: Ev. Ch. Sutriyono, S.Th

”HORMAT TAPI TIDAK TAAT”
(Maleakhi 3: 6-12)
Oleh: Ev. Ch. Sutriyono, S.Th

Allah menyatakan konsistensi-Nya dengan sebuah eksistensi nyata bahwa diri-Nya tidak berubah (ay. 1). Konsistensi terhadap eksistensi Allah ini, disejajarkan dengan eksistensi bani Yakub yang ”tidak akan lenyap.” Hal ini tentu memberikan makna pembaharuan bagi bani Yakub dan sekaligus mengingatkan kembali akan janji yang telah Allah buat dengan bani Yakub (Israel) sebagai umat pilihan Allah. Dengan tegas, Allah menyatakan eksistensi masa depan mereka bahwa dalam rencana Allah, sebagai bani Yakub mereka ”tidak akan lenyap.”
Pemakaian bani Yakub dalam ayat 6, memberi arti spesifik terhadap jati diri (siapa sesungguhnya) umat itu dimata Tuhan dan sekaligus menjadi pembaharu hubungan antara bani Yakub dengan TUHAN. Pemakaian kata ”bani Yakub” dalam nats ini harus dihubungkan dengan pemilihannya, dimana Alkitab katakan ”Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau” (Malk 1:2-3; Rom. 9:13). Sesungguhnya hal ini menggambarkan ”anugerah Allah yang berdaulat,” dan oleh Ibrani 11: 9, dijadikan salah satu contoh iman yang benar, dimana Yakub adalah pewaris janji (identitas khusus) yang dihubungkan dengan Abraham.
Menarik dalam ayat 7, sebagai umat pilihan – yang dipilih secara berdaulat oleh Allah – Israel justru tidak hidup sesuai citranya sebagai umat pilihan. Justru yang ada adalah ”menyimpang dari ketetapan Tuhan dan tidak memeliharanya.” Lebih lagi, semua pelanggaran yang dilakukan umat Israel seolah-olah menjadi pola, dan hal itu diperkuat dengan pemakaian keterangan waktu ”sejak zaman nenek moyangmu.”
Dari dua ayat ini, sesungguhnya cukup memberikan gambaran kontradiktif akan identitas dan tindakan umat Israel. Di satu sisi, mereka mendapatkan keistimewaan sebagai umat pilihan dan sudah seharusnya menaati Allah, namun disisi lain tuntutan - tuntutan yang adalah kehendak Allah, Israel gagal untuk melakukannya. Dalam arti, mereka tahu identitasnya sebagai umat pilihan, tahu siapa yang memilih, namun mereka tidak menaati apa yang Tuhan mau. Mereka menghormati Tuhan sebagai ”Allah Israel,” yang telah memilih mereka namun dengan nyata mereka tidak taat kepada hukum-hukumnya. Pertanyaan dan persoalannya adalah dapatkah seseorang hormat tetapi secara bersamaan tidak menaati semua ketetapan-Nya?
Menghormati dan menaati TUHAN adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, ayat 7 memberikan tawaran yang membutuhkan respon pro-aktif dari umat Israel, yakni ”kembalilah kepada-Ku, maka Aku akan kembali kepadamu.” Alih-alih menerima Firman dan mengubah diri, yang ada justru pertanyaan demi pertanyaan yang muncul sebagai bentuk ketidaktaatan mereka terhadap perkataan Tuhan dan seruan pertobatan. Bahkan dua kali dicatat oleh Alkitab dan hal itu sebagai bentuk ketidaktaatan mereka terhadap perkataan dan perintah Tuhan. Dua kali mereka mengajukan pertanyaan dengan nada PERTAHANAN DIRI yang kuat bahwa seolah-olah mereka tidak sedang berdosa dihadapan Allah: ”bagaimana kami...?” Bukannya menyesali dosa dan bertobat dihadapan Tuhan, yang ada justru mengaburkan diri dalam pembiaran terhadap dosa yang dinyatakan oleh Tuhan.
Pertanyaannya, apa sebenarnya yang dikehendaki Tuhan bagi Israel soal ketaatan? Dari bagian ini, sesungguhnya nampak jelas ketidaktaatan Israel, disamping dalam kegagalan mereka menanggapi perkataan/perintah Tuhan, mereka juga tidak taat dalam memberikan persembahan (ay. 8). Bahkan terang-terangan Allah menyatakan mereka ”menipu dan kena kutuk” (ay. 8-9). Perintah Tuhan dan itu menjadi ketetapan bagi Israel adalah agar mereka ”membawa persembahan persepuluhan ke dalam rumah perbendaharaan” (ay. 10). Hal ini dimaksudkan, supaya ada persediaan makanan dirumah Tuhan dan tersedianya berkat bagi umat yang taat melakukannya. Bahkan secara spesifik dan menjanjikan bahwa berkat itu dinyatakan dalam ayat 11, yang meliputi atas ; adanya jaminan pemeliharaan (dihardiknya belalang pelahap), adanya kebahagian serta menjadi Negeri kesukaan” (ay. 11-12).
Dari bagian ini, kita belajar bahwa sebagai orang –orang percaya betapa seringnya kita hebat dalam mempertahankan diri padahal Tuhan ingin melembutkan, melepaskan, memulihkan bahkan membentuk kita menjadi serupa dengan diri-Nya. Tuhan merindukan penyerahan diri untuk seutuhnya dibentuk oleh-Nya, sehingga keberadaan kita sebagai umat pilihan-Nya benar-benar mengerti tuntutan-Nya untuk hidup taat dihadapan-Nya. Kita menghormati TUHAN sebagai Pencipta segala-galanya tetapi secara bersamaan kita juga harus menjaga hidup sesuai kehendak-Nya untuk dapat menaati perintah-Nya. Dia menghendaki kita taat dalam dua hal; menanggapi secara pribadi Firman-Nya dan memberikan persepuluhan yang adalah milik-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar