Rabu, 17 Desember 2008

”MEMIMPIN DENGAN KUALITAS HIDUP” (Sebuah Refleksi serta Kontemplasi Diri Terhadap Tanggung Jawab) (1 Yoh. 1:1-4)

Banyak koleksi definisi tentang kepemimpinan yang mencoba mengusung arti terbaik dari kepemimpinan. Tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mengimplementasikannya. Bagaimana membawa dunia, lingkungan dan keluarga kepada suatu perubahan, harapan atau perbaikan hidup yang lebih signifikan. Itulah yang seharusnya menjadi arah dan tujuan sebuah kepemimpinan. Tidak ada nilai terbaik dari seorang pemimpin kecuali memahami untuk apa pemimpin ada, dan eksistensinya membawa kompleksitas perubahan ditengah dunia yang berubah.
Berbicara tentang kepemimpinan itu berarti sebuah kesempatan yang menuntut tanggung jawab pribadi dan universal. Artinya, haruslah digunakan dengan sebaik-baiknya karena kepercayaan untuk memimpin pada tempat, masa dan posisi yang sama tidak selalu datang kepada seseorang. Terkadang seorang pemimpin diperhadapkan dengan pilihan, perjuangan dan pengorbanan yang akan menentukan sebuah mutu kepemimpinan dan tak jarang banyak yang gagal dan rapuh menghadapi semuanya itu.
Disamping itu, apabila berbicara tentang kesempatan banyak orang berkata bahwa kesempatan tidak pernah datang untuk kedua kali. Oleh karena itu, selagi ada kesempatan untuk memimpin ambilah dan gunakanlah dengan sebaik-baiknya. Sebenarnya, kesempatan dapat datang kedua kali bahkan berkali-kali dalam hidup ini, hanya jarang kesempatan yang sama (bentuk dan cara) datang ke dalam hidup ini dua kali dengan segala tawaran dan keindahannya.
Ada banyak yang memilih mengakhiri pertandingan, melakukan apa saja, memilih apa saja, memutuskan apa saja demi kelangsungan dan demi bobot kepemimpinan. Dalam hal ini, seharusnya seseorang dapat belajar; dengan cara bagaimana ia harus memimpin, karena dengan demikian ia menyadari bahwa kepemimpinan adalah sebuah mandat ilahi untuk umat ilahi. Kegagalan memaknai hal ini berarti pergulatan serius terhadap esensi kepemimpinan dan keraguan mendalam terhadap eksistensi seorang pemimpin. Karena kepemimpinan adalah sebuah proses untuk terus melakukan pengerjaan ekstra terhadap tanggung jawab demi menghasilkan perbaikan menyeluruh dalam bidang yang dipercayakan.
Namun realitanya, untuk mencapai semuanya itu tidaklah mudah. Kesempatan ini, kita akan melihat dan belajar bagaimana memimpin dengan kualitas hidup? Banyak pemimpin gagal karena tidak ada pemahaman yang benar terhadap dirinya (identitas). Terlalu banyak pemimpin kandas dalam persoalan sehingga tidak menyelesaikan tuntutan, atau menyelesaikan sesuatu yang bukan wewenangnya, terseret dengan serentetan tanggung jawab yang dibebankan pada pundak mereka. Hal ini karena lemahnya bahkan tidak adanya sebuah kontemplasi diri terhadap kualitas hidup. Bagaimana Tuhan memandang seorang pemimpin dan bukan bagaimana pemimpin memandang dirinya sendiri secara kabur. Dalam perspektif rohani kita akan melihat bagaimana seorang memimpin dengan kualitas hidup Kristiani menurut 1 Yohanes 1: 1-4.

Pertama: Memiliki Pegangan Hidup (ay. 1)
Berhubungan dengan tujuan dituliskannya surat 1 Yohanes, Yohanes mencatat dalam ayat pertama yakni memberitakan tentang Firman hidup. Kata Firman hidup (Yun: logou tes zoes) dalam ayat ini jelas menunjuk kepada satu eksistensi yakni Pribadi Yesus. Yohanes menyadari hanya Firman hidup itulah yang mampu mengubah hidup, memaknai hidup bahkan membawa hidup kearah kebenaran. Oleh karena itu dengan yakin dan berani Yohanes berkata: ”yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba - itulah yang kami tuliskan.”
Dalam hal ini, Yohanes menaruh keyakinan penuh terhadap Firman hidup, yakni Yesus Kristus ketika melakukan tugas pelayanannya. Sama halnya dalam hidup ini, diperlukan keyakinan teguh dalam melakukan tugas dan tanggung jawab yang ada. Kehidupan yang serba memilih menuntut manusia untuk memiliki penguat dalam hidup ini. Mengingat keberadaan manusia yang lemah, tak berdaya menghadapi derasnya persoalan hidup oleh karena itu dibutuhkan pegangan dalam hidup ini. Sebagai seorang pemimpin, pegangan hidup sangatlah penting. Berbagai goncangan, tantangan dapat teratasi apabila seorang pemimpin memiliki pegangan hidup. Adakah pegangan dalam hidup anda saat anda menghadapi masalah dalam hidup ini? Milikilah pegangan hidup dalam hidup ini dan yakinlah akan pegangan hidup anda.

Kedua: Memiliki Pandangan Hidup (ay. 2)
Ada dua kata Yunani yang biasa menjelaskan tentang hidup yakni zoe dan bios. Menarik karena kata yang dipakai untuk menjelaskan ”hidup kekal” dalam ayat dua, dipakai kata zoen ten aionion. Hidup ”zoe” berarti hidup yang punya nilai, biasa dibedakan dengan bios yang sama sekali tidak berkaitan dengan roh. Dikatakan bahwa ”hidup kekal” itu ada bersama-sama dengan Bapa dan telah dinyatakan. Itu berarti bahwa hidup bukan sebuah misteri, seperti roda dan sebagainya. Kebenarannya, hidup itu adalah indah karena ”telah dinyatakan.” Sebab Yesus adalah keindahan dari hidup. Sebagai seorang pemimpin milikilah pandangan hidup yang benar. Pandangan kita terhadap hidup akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak kita, bahkan perspektif kita terhadap orang lain.

Ketiga: Memiliki Panggilan Hidup (ay.3-4)
Dalam ayat 3 dan 4 dijelaskan bahwa sesungguhnya orang percaya dipanggil untuk dua hal: bersekutu dan bersukacita. Kata ”bersekutu” berasal dari kata Yunani koinonia dengan arti; memiliki bersama, ikut serta dalam sesuatu, menjadikan bersama, memiliki bersama: dengan persekutuan dalam darah dan tubuh, mempunyai bersama dalam Kristus. Ini berarti orang percaya mempunyai panggilan yang istimewa di dalam hidup mereka. Hal ini seharusnya menjadi pemahaman penuh arti bagi orang percaya. Mereka dalam rutinitas aktivitas harus tetap bersekutu dengan Sang Pencipta.
Sedangkan kata ”bersukacita” (Yun: kara) memiliki nuansa arti, sukacita bukan secara lahiriah melainkan sukacita karena pengakuan akan Sang Juru Selamat, sukacita karena hasil dari situasi baru yang dimiliki. Dan, dalam konteks ini situasi baru itu adalah karena hidup kekal. Seorang pemimpin harus memiliki panggilan hidup dan menghidupi panggilan itu. Hal ini memampukan para pemimpin tetap bersukacita meski banyak tantangan, maju terus meski himpitan persoalan tiada akhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar